11 April 2013

Kamu, Aku Cinta




Kepada kamu, 
Yang selalu menggenggam erat tanganku saat kita berjalan berdampingan. 
Yang berusaha menyamakan langkahku walau tak secepat langkahmu. 
Yang memberikan pundakmu untuk aku membenamkan kepalaku di situ. 
Yang selalu menenangkan rasaku walau hanya dengan melihat senyummu. 
Yang tak sungkan menyuapiku makanan di depan siapapun itu. 
Yang berdebat denganku namun selalu menemukan cara untuk mengembalikan senyumku. 
Yang memberi peluk dalam lingkaran lengan hangatmu. 
Kamu, yang kuyakini memberi rasa nyaman yang nyata, aku cinta.

Bersalahkah aku?

Di kursi taman ini, seperti biasa tempat yang sama jika kita bertemu. Untuk kesekian kalinya kamu menangis dihadapanku. Melihat air matamu dan tanda biru ditubuhmu, membuatku merasakan kesakitan yang sama. Aku tak habis pikir, lelaki itu, suamimu, ternyata bisa menyakitimu seperti ini. Bahkan dengan semakin membesarnya perutmu ini, dia tidak memperhatikan keadaan janin kalian. Kamu bilang, hanya aku lah saat ini orang yang bisa kamu bagi cerita ini. Kamu pun tak sampai hati untuk menceritakannya kepada orang tuamu. Tak ingin membebani pikiran orang tuamu dengan perasaan bersalah karena merekalah yang menjodohkanmu dengan lelaki itu. Maka selama ini dengan bayi kalian yang ada dirahimmu lah yang membuatmu tetap bertahan, mencoba kuat sambil tetap mengharapkan suatu saat lelaki itu berubah. Mungkin nanti ketika dia melihat dengan nyata buah hati kalian, pikirmu.

Melihat air matamu, luka itu, dan kamu perempuan yang pernah aku sayangi, atau mungkin masih aku sayangi, merasakan penderitaan seperti ini, itu lebih menyiksaku. Lebih menyakitiku dibandingkan dulu ketika kamu bilang orang tuamu akan menikahkanmu dengan lelaki pilihan mereka. Lebih menyakitkan daripada saat aku harus melepaskanmu karena aku yang terlalu takut dan menyerah terlalu cepat dengan keadaanku saat itu, yang aku pikir tak akan diterima kedua orangtuamu. Ya Tuhan, jika memang ini hukuman dari-Mu untukku yang meragukan pertolongan-Mu saat kemarin aku merasa lemah, membesarkan ketakutanku dan menyerah dengan keadaan. Maka hukum lah aku saja. Karena aku tak sanggup melihatnya terus mengalirkan air mata itu. Yang mungkin tak terjadi jika saat itu aku yakin seperti apapun keadaanku, ada Engkau yang yang akan membuatku menjadi yang terbaik untuknya, perempuan dihadapanku ini, yang seharusnya dulu aku perjuangkan dengan segala pertolongan-Mu.

Tuhan hukum saja aku! Jangan dia, karena aku tak sanggup terus merasakan perasaan bersalah ini.

LinkWithin

Related Posts with Thumbnails