Terinspirasi dari cerita di buku sis zabrina.
Tahukah kamu? Ternyata kita membutuhkan tiket untuk setiap hal. Untuk naik kereta kita butuh tiket. Untuk naik pesawat kita butuh tiket. Untuk masuk dufan kita perlu tiket. Untuk masuk suatu kantor, tiketnya IdCard. Bahkan untuk toilet umum pun kita perlu membayar untuk mendapat tiket masuk. Lalu untuk masuk surga apa tiketnya?
Ya Allah apa yang kubutuhkan untuk mendapat tiket menuju surga-Mu?
Mu’wiyah Ibn Jahimah ra, menuturkan bahwa dia pernah menemui Nabi saw dan berkata, ”Wahai, Rasulullah! Aku berniat pergi berjihad. Aku datang menemuimu untuk meminta nasihatmu.” Nabi bertanya kepadanya, ”Apakah ibumu masih hidup?” ”ya,” jawab Jahimah. Kemudian Nabi berkata, ”Teguhlah berbakti kepadanya karena surga terletak dibawah telapak kakinya”
An-Nasa’i
MasyaAllah, pernahkah aku tersadar betapa mulia status ibuku?
Bahkan tanpa status itu pun ternyata ibuku begitu mulia. Beliau seorang dokter yang dengan doanya kepada Allah mengharapkan kesembuhan pasien-pasiennya. Seorang wanita yang begitu mencintai sedekah. Ketika melihat seorang lelaki tua yang membersihkan masjid, hatinya tergerak untuk memberi sedekah. Untuk para tukang becak di sekitar rumah, beliau memberikan sedekahnya. Ketika melihat kakek tua berusaha menjual kerupuk di lampu merah, beliau ingin membelinya. Anak-anak yatim pun tak luput dari pemberian sedekahnya. Mungkin tiada hari tanpa sedekah baginya. Sedekah yang mendekatkannya kepada Allah.
Dan dengan status itu pun ternyata semakin aku tersadar betapa penting perempuan itu, ibuku. Beliaulah yang seharusnya menjadi prioritas hidupku. Selama ini apakah aku telah mendahulukannya? Ketika ibuku membangunkan aku untuk solat subuh, apakah aku langsung terbangun? Bahkan ketika sekarang kita tidak tinggal seatap, ibuku tetap menelponku untuk usahanya membangunkan solat. Dan masih saja terkadang ada keinginanku untuk tidak bangun dan tidak menjawab telponnya. Lalu Ketika ibuku memanggil ditengah-tengah kegiatanku, apakah aku langsung mendekatinya? Atau hanya kata ”tunggu” yang aku keluarkan? Selama ini ada dimanakah posisinya? Padahal hanya amal baik padanyalah caraku mendapatkan tiket itu.
Satu hal lagi yang aku renungkan, apakah dihari tuanya aku akan berada disampingnya? Apakah aku akan menyuapinya seperti beliau menyuapiku waktu kecil? Apakah aku akan menuntunnya seperti beliau menunutunku saat aku blom bisa berjalan? Apakah aku akan mengerti seperti beliau mengerti saat aku blom bisa berbicara? Apakah aku akan menemaninya seperti beliau menemani dan memelukku ketika aku sakit? Ya Allah, izinkan aku berada disisinya selalu!
21 tahun hidupku, Beliau menjagaku, ditambah 9 bulan masa kandungan. Beliau merasakan sakit dan lelah hanya untuk menjagaku. Lalu apa yang telah aku berikan? Pernahkan aku memberinya kebahagiaan?
Ya Allah, aku menyadarinya. Beliaulah pemegang tiketku. Apakah masih ada kesempatan untukku memberi kebahagiaan kepada pemegang tiketku? Apakah masih ada waktu yang cukup untuk selalu berbicara lembut padanya?
Terimakasih ya Allah. Engkau telah membuatku menyadarinya. Beliaulah pemegang tiketku. Beliaulah prioritasku setelah Engkau.
Buat semuanya yg baca, semoga kita masih bisa memberi banyak kebahagiaan ya buat beliau, pemegang tiket kita...
mama, i love you...
Tahukah kamu? Ternyata kita membutuhkan tiket untuk setiap hal. Untuk naik kereta kita butuh tiket. Untuk naik pesawat kita butuh tiket. Untuk masuk dufan kita perlu tiket. Untuk masuk suatu kantor, tiketnya IdCard. Bahkan untuk toilet umum pun kita perlu membayar untuk mendapat tiket masuk. Lalu untuk masuk surga apa tiketnya?
Ya Allah apa yang kubutuhkan untuk mendapat tiket menuju surga-Mu?
Mu’wiyah Ibn Jahimah ra, menuturkan bahwa dia pernah menemui Nabi saw dan berkata, ”Wahai, Rasulullah! Aku berniat pergi berjihad. Aku datang menemuimu untuk meminta nasihatmu.” Nabi bertanya kepadanya, ”Apakah ibumu masih hidup?” ”ya,” jawab Jahimah. Kemudian Nabi berkata, ”Teguhlah berbakti kepadanya karena surga terletak dibawah telapak kakinya”
An-Nasa’i
MasyaAllah, pernahkah aku tersadar betapa mulia status ibuku?
Bahkan tanpa status itu pun ternyata ibuku begitu mulia. Beliau seorang dokter yang dengan doanya kepada Allah mengharapkan kesembuhan pasien-pasiennya. Seorang wanita yang begitu mencintai sedekah. Ketika melihat seorang lelaki tua yang membersihkan masjid, hatinya tergerak untuk memberi sedekah. Untuk para tukang becak di sekitar rumah, beliau memberikan sedekahnya. Ketika melihat kakek tua berusaha menjual kerupuk di lampu merah, beliau ingin membelinya. Anak-anak yatim pun tak luput dari pemberian sedekahnya. Mungkin tiada hari tanpa sedekah baginya. Sedekah yang mendekatkannya kepada Allah.
Dan dengan status itu pun ternyata semakin aku tersadar betapa penting perempuan itu, ibuku. Beliaulah yang seharusnya menjadi prioritas hidupku. Selama ini apakah aku telah mendahulukannya? Ketika ibuku membangunkan aku untuk solat subuh, apakah aku langsung terbangun? Bahkan ketika sekarang kita tidak tinggal seatap, ibuku tetap menelponku untuk usahanya membangunkan solat. Dan masih saja terkadang ada keinginanku untuk tidak bangun dan tidak menjawab telponnya. Lalu Ketika ibuku memanggil ditengah-tengah kegiatanku, apakah aku langsung mendekatinya? Atau hanya kata ”tunggu” yang aku keluarkan? Selama ini ada dimanakah posisinya? Padahal hanya amal baik padanyalah caraku mendapatkan tiket itu.
Satu hal lagi yang aku renungkan, apakah dihari tuanya aku akan berada disampingnya? Apakah aku akan menyuapinya seperti beliau menyuapiku waktu kecil? Apakah aku akan menuntunnya seperti beliau menunutunku saat aku blom bisa berjalan? Apakah aku akan mengerti seperti beliau mengerti saat aku blom bisa berbicara? Apakah aku akan menemaninya seperti beliau menemani dan memelukku ketika aku sakit? Ya Allah, izinkan aku berada disisinya selalu!
21 tahun hidupku, Beliau menjagaku, ditambah 9 bulan masa kandungan. Beliau merasakan sakit dan lelah hanya untuk menjagaku. Lalu apa yang telah aku berikan? Pernahkan aku memberinya kebahagiaan?
Ya Allah, aku menyadarinya. Beliaulah pemegang tiketku. Apakah masih ada kesempatan untukku memberi kebahagiaan kepada pemegang tiketku? Apakah masih ada waktu yang cukup untuk selalu berbicara lembut padanya?
Terimakasih ya Allah. Engkau telah membuatku menyadarinya. Beliaulah pemegang tiketku. Beliaulah prioritasku setelah Engkau.
Buat semuanya yg baca, semoga kita masih bisa memberi banyak kebahagiaan ya buat beliau, pemegang tiket kita...
mama, i love you...
Ibu sebagai pelita hati dalam kegelapan...
ReplyDeleteIbu sebagai penawar dahaga dalam kasih sayang...
Ibu sebagai penyejuk jiwa dalam nasihat...
Ibu sebagai penunjuk jalan dalam kebimbangan...
Ibu penyelamat jiwa dalam akhirat...